Salah Paham Konsep Adab Murid pada Guru Mursyid
![]() |
Syaikh Akbar Muhammad Fathurahman di Acara Pengajian Arbain Jakarta |
Oleh: Syaikh Akbar Muhammad Fathurahman, M Ag
Majalah Sufi | Kajian Adab Murid kepada Guru sering disalahpahami. Sepintas, jika dibaca dari sudut ilmu Aqidah memang terlihat ekstrim.
Contoh dari hal tersebut bisa dilihat dari beberapa point adab yang disebutkan.
Dianggap ekstrim atau berlebihan karena menganggap seluruh pencapaian anugerah, disandarkan kepada keberkahan Guru Mursyidnya.
Gagal Paham atau Paham Gagal
Sebenarnya ruang kajian adab tersebut berada dalam wilayah tatanan hubungan horisontal.
Jadi, hablum minannas ini memang harus dijalani agar tercipta hubungan baik antara sesama manusia.
Sadar adanya hubungan timbal balik berupa hak dan kewajiban. Baik disini artinya wajar atau patut.
Keliru memahami masalah akhirnya salah paham. Ditambah lagi, dengan bumbu taqlid buta di golongannya jadinya gagal paham. Plus fanatik pada ustadz dan circle kajiannya, jadilah Paham Gagal.
Adalah penting membangun adab lahiriyah untuk mengukuhkan keberadaan Mursyid sebagai wasilah.
Tentu, menghormati Guru, tidaklah bertolak belakang dengan masalah Tauhid. Bukankah masalah wasilah juga termasuk bagian ajaran Islam.
Baca juga : KISAH EPIK Peran Penting Aaq Syamsuddin Guru Sufi Sultan Al Fatih dalam Futuhat Konstantinopel
Sudut Pandang
Mereka yang hanya mengambil sudut pandang hubungan vertikal saja, akan keliru. Karena dalam kaca mata mereka semua manusia dianggap sama dalam pandangan Allah.
Dalam Al Quran dijelaskan, bahwa Allah mengutamakan orang-orang tertentu dibanding lainnya.
Nabi Muhammad ﷺ diutamakan atas orang-orang mukmin lainnya, An nabiyyu awlaa bil mukminiin min anfusihim (QS Al Ahzab [33] : 6).
Nabi Musa As memiliki kedudukan yang terhormat sehingga Allah SWT menyebutnya: wa kaana 'indallaahi wajiihaa (QS Al Ahzab [33] : 69)
Akibat, Tidak adanya pengakuan terhadap pentingnya membangun adab lahiriyah ini, akan melahirkan orang-orang yang bersikap arogan dan bermental ekstrim.
Dengan pendirian tersebut tidak akan terjadi hubungan saling menghormati.
Baca juga : QINAS 157 Pembukaan Perlombaan Ratusan Peserta mengikuti Qini Competition 3.0
Orang jawa bilang, tepo seliro. Respek di antara sesama manusia yang memiliki hak strata sosial.
Itu termasuk nilai-nilai utama, seperti: hubungan murid dengan guru, bawahan dengan majikan, bahkan anak dengan orang tua.
Sikap tidak menghormati hingga menyepelekan tersebut, justru akan merusak relasi. Seterusnya akan mengacaukan tatanan sosial.
Bagaimana dengan: Praktik sungkeman di Jawa, cium kening istri atau sebaliknya cium tangan seorang istri kepada suaminya? Kalau timbangannya dari segi Tauhid tentu akan keliru.
Baca juga : Kisah Imam Ghazali Mendapatkan Ilmu Batin
Sikap Kaku
Awalnya dari sikap kaku ini ada yang mengisolasi orang-orang yang berseberangan dengan kelompok mereka.
Lalu, menunjuk dengan tudingan ahlu bid'ah, kafir.
Terus dengan enteng bilang sesat kepada yang tak sepaham. Hingga menghalalkan darah sesama umat Islam. Naudzubillah min dzalik!
Sikap mental seperti itu tumbuh subur dari konsep kekuatan vertikal saja. Menafikan konsep hubungan horisontal. Karena salah menempatkan.
Dalam hal ini mencakup adab sesama manusia, seperti adab murid kepada guru.
Artikel Terkait : Hilangnya Adab, Kebingungan Ilmu dan Pemimpin Palsu
Video
Silakan Klik:
#syaikhakbar #tarekat #idrisiyyah
Comments
Post a Comment